Thamrin seorang Penggali Fosil Purba Yang Tidak Dapat Perhatian Serius Dari Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon

oleh -12 views


Cirebon Kabupaten, TG.-
Jarak antara Kota Cirebon menuju kediaman Thamrin seorang penggali fosil di Cirebon Timur sekitar 25 KM. Setibanya dihalaman rumah Thamrin sudah menyambut  dengan  senyuman  ramah. Awal pembicaraan Thamrin mengatakan bahwa  kegiatan penggaliannya selama ini telah dibukukan oleh  Balai Arkeologi Nasional sampai 4 buku. Kemudian dari  musium Geologi  dibuatkan juga buku yang cukup tebal tentang Moluska.
Menurut Thamrin Cirebon Kaya akan molusca dibanding wilayah lainnya. “Molusca terkaya itu di Cirebon. Kenapa disebut kota Udang Karena  di Cirebon Udang ditemukan sebagai batu fosil termasuk juga ikan,” tuturnya. Thamrin akui kegiatan penggaliannya yang dilakukan sejak 1972 di wilayah Cirebon ini telah mengahasilkan banyak sekali  beragam temuan fosil Purbakala hingga ratusan ton.  Thamrin juga akui karena hasil temuan nya yang banyak penyimpanannya jadi kewalahan. Oleh karena itu  ada yang disimpan diluar rumah dengan situasi kehujanan, keanginan dan kepanasan
Tharim akui dirinya sering diwawancara beberapa Stasiun TV Nasional dan media cetak lokal maupun Nasional terkait kegiatan dan temuan –temuannya. Selama ini media menurutnya sudah banyak peduli menyampaikan kegiatan penggaliannya namun sangat disayangkan ternyata Pemerintahnya kurang kepeduliannya. “..mereka seneung dengan adanya keigiatan penggalian purbakala tapi kurang peduli. Pemerintah hanya mengatakan hebat, hebatnya saja. Saya tidak butuh hebat, tapi saya butuh pendidikan  diperhatikan  untuk  generasi penerus supaya  bisa mempelajari hasil penemuan saya dari penggalian purbakala,” tuturnya.
Ketidak pedulian pemerintah daerah ternyata menjadi salah satu lantaran. Sebagai manusia biasa penggali fosil yang butuh juga untuk hidup sehari harinya terpaksa hasil galiannya yang seharusnya tetap berada dekat di wilayah galian menjualnya ke tempat lain, seperti Kalimantan, Jawa Timur bahkan ada yang ke Luar Negeri.
“ Bantuan Kami butuhkan, peduli kami menanti, belum dibantu kami jalan, belum peduli kami pasti. Peduli monggo tidak peduli juga monggo. Dengankarya sedikit ini, karena nilai sejarah yang sangat tinggi,kuteliti, kucari, kuyakini,dan kugali terciptalah Karya  Budaya Sakti. “ tuturnya.
Thamrin juga sering melalukan pameran sendiri, karena kurangnya perhatian dari pemerintath  daerahThamrin juga akui sering mengikuti seminar. Seminar baru-baru ini di laksanakan di Bandung dengan tajuk kehidupan fosil yang dibiarkan oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon. Buku thamrin akan dibukukan sebagai auoto biografi oleh Prof.Dr. Fahrur Aziz.
Sementara itu menurut Bambang Eko,Skc salah seorang pemerhati  dari LSM Pemuda Panca Dharma , terkait aktifitas Thamrin penggali fosil purbakala yang selama ini menggali fosil di area Cirebon dan sekitarnya menyimpan hararapan. Harapan Thamrin dengan kegiatan yang dilakukan,  pemerintah peduli untuk membuatkan tempat yang layak  representatif untuk dijadikan  sentra pendidikan bagi generasi penerus Kabupaten  Cirebon khususunya, masyarakat Jawa Barat dan Indonesia serta dunia pada umumnya. Pendidikan   dalam belajar sejarah, arkeologi.
Sumber lain mengatakan  temuan fosil merupakan pertanda adanya jejak kehidupan masa lalu di wilayah ditemukannya fosil tersebut. Thamrin mengatakan di Cirebon telah ada kehidupan sejak 4 – 5 juta tahun lalu berdasarkan penelitian para akhli dengan di ketemukannya banyak fosil molusca. Dalam kegiatan penggaliannya Thamrin juga mendapatkan petunjuk adanya pabrik gula tertua yang itu buktikan dengan temuan fosil alat industri yang usianya ratusan tahun di Gemulung Kecamatan Greged Cirebon.
Sebagai penggiat penggalian fosil , thamrin pernah menyarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon untuk membuat musium di area tidak jauh dari Situs Sejarah, dan area yang tidak terlalu jauh dari sumber penggalian. Namun tampaknya pemerintah daerah setempat tidak menghiraukannya. Oleh karena hal tersebut Thamrin akui pernah memberitakan di Koran bahwa Musium  cakra buana biarkan lapuk dimakan waktu bagaikan rumah hantu, ambruk.
” Saya selalu mengingatkan bahwa Pa, jangan membangun museum di sumbr lebih baik ditempat situs/ penelitian contohnya belawa, di Waled manengteng,. Saya bikin museum sudah tiga tempat 1) Museum Karya Budaya Sakti di sini, 2) Musium Sindanglaut Sakti, Sindanglaut, Musium Manengteng Sakti. sejarah alam kembalai terwujud indah.
Mantan Kepala PuskesmasThamrin yang menjadi seorang Penggali Fosil telah banyak mendapatkan surat penghargaan, namun menurutnya tidak ada penghargaan dari pemerintah daerahnya sendiri. Thamrin sendiri dengan sejumlah penghargaan itu dirinya tidak mau diberi gelar, dirinya lebih suka diberi gelar orang Edan yaitu Elit dan Antik. Hal itu seperti yang dituturkannya saat diwawancara tabloid Gelora Masyarakat membangun (Gelombang) beberapa waktu lalu. (Endi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *